Ayat ke-172:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rejeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.
Dunia bagaikan kebun, sementara orang-orang shalih dan suci merupakan bungan dan tetumbuhan taman tadi. Nikmat-nikmat Allah, seumpama air yang dialirkan oleh pekebun guna pertumbuhan bunga-bunganya, namun apa boleh dibuat, rumput-rumput liar juga mengambil kesempatan dari air tadi.
Allah Swt menasehatkan kepada orang-orang Mukmin, agar memanfaatkan nikmat-nikmatnya dan agar tidak mengharamkan sesuatu tanpa dalil dan alasan, karena nikmat-nikmat tadi pada dasarnya diciptakan untuk mereka. Dimaklumkan bahwa rezeki Allah bukanlah untuk penyembahan perut dan pelampiasan nafsu semata, karena, buah kebun Ilahi, adalah amal shalih, maka nikmat-nikmat Tuhan harus dimanfaatkan di jalan yang terbaik dan inilah syukur yang sejati.
Ayat ke-173:
Artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Metode al-Quran biasanya, setiap kali hendak mengharamkan sesuatu perbutan, pertama, al-Quran menjelaskan jalan-jalan halal dan yang diperbolehkan dan selanjutnya bagian-bagian yang haram.
Menyusul ayat tadi yang menganjurkan agar orang-orang Mukmin memanfaatkan makanan-makanan yang mubah dan bersih, ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu halal bagi kalian dan Allah Swt mengharamkan sebagian kecil lantaran bahaya-bahaya yang mengancam jasmani dan ruh kalian.
Pengharaman darah, bangkai dan daging babi adalah disebabkan kekotoran bentuh lahirnya, namun pengharaman binatang-binatang yang dikorbankan oleh para penyembah berhala di hadapan sesembahan mereka, atau mereka menyembelih binatang-binatang tadi dengan nama berhala, adalah disebabkan kekotoran batin yaitu syirik.
Berangkat bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna, dan sekaligus mudah, maka Islam tidak mengenali istilah kebuntuan dan setiap taklif atau kewajiban yang dijatuhkan kepada ummatnya, ketika kondisi darurat, taklif itu tidak berlaku dan ini pertanda kasih sayang Allah Swt, maka umat Islam tidak boleh menyalahgunakan hukum darurat.
Ayat ke-174:
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah) mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.
Ayat sebelumnya menjelaskan beberapa makanan haram seperti daging babi dan bangkai. Ayat ini menjelaskan satu kaidah umum berkaitan dengan ini adalah:
Jika manusia memperoleh uang dari jalan haram dan dosa, apa saja yang dibeli dengan uang itu, walaupun berupa makanan halal, tak ubahnya ia memakan api dan bagi dirinya kesakitan dan kesulitan.
Salah satu dari uang haram, upah diam yang mana seseorang diupah karena bersedia untuk menyembunyikan kebenaran, seperti yang dilakukan oleh cendekiawan Yahudi dan Kristen.
Walaupun, tanda-tanda kenabian sudah disaksikan dalam Taurat dan Injil, dan mereka mengenalinya dengan baik, namun manakala pengakuan akan kenabian Rasul Saw, sama saja dengan kehilangan harta dan kedudukan, mereka lebih suka untuk menyembunyikan kebenaran dan mengingkarinya atau mendustakannya.
Sebagai penjelasan soal siksa yang akan dijatuhkan kepada kelompok ini, Allah Swt menyatakan bahwa orang-orang yagn tidak bersedia menyampaikan kalam ilahi di dunia kepada rakyat, maka pada hari kiamat nanti, mereka tidak akan dapat mendengar kalam Ilahi yang penuh kasih sayang.
Ayat ke-175 dan 176:
Artinya:
"Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan, maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka.
Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al-Kitab dengan membawa kebenaran, dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang kebenaran Al-kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh."
Dua ayat ini menjelaskan natijah penyembunyian kebenaran yang terhitung dosa khas para ulama yang fasid, tidak lain adalah kehilangan cahaya petunjuk dan jatuh ke lembah kesesatan. Ilmu dengan sendirinya tidak akan menyebabkan kebahagian, melainkan mungkin dapat menyebabkan kesesatan satu generasi manusia, seperti halnya para cendekiawan bejat bukan saja tidak memperoleh hidayah atau petunjuk, bahkan telah menjadi sebab kebejatan dan kesesatan sekelompok banyak masyarakat di sepanjang sejarah.
Sudah sewajarnya, jika siksa para cendekiawan tadi bukan hanya bersangkutan dengan kesesatan mereka saja, melainkan karena mereka penyebab kesesatan banyak orang, maka mereka harus merasakan kepedihan siksaan semua penyelewengan dan betapa pedih siksaan tersebut. Ayat 176 menyebut sumber penyembunyian kebenaran itu adalah penentangan terhadap kebenaran, dimana beberapa orang kendati mereka mengetahui kebenaran, tetapi mereka tidak bersedia menerimanya, bahkan mereka memeranginya, maka dari itulah, dengan berbagai cara, mereka berusah menanamkan benih perselisihan dan keraguan dalam kebenaran.
Kini mari kita lihat pelajaran-pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat-ayat di atas:
1. Islam memperhatikan masalah makanan dan berulang kali menjelaskan sisi halal-haramnya.
2. Perhatian kepada Allah bukan saja pada saat doa dan ibadah, melainkan Islam juga memaksudkannya dalam soal makanan dan minuman, maka memakan makanan yang disembelih bukan atas nama Allah, tidaklah diperbolehkan.
3. Uang yang diperoleh dari jalan haram, jika dengan uang itu dibelikan makanan yang terhalal sekalipun, maka tak ubahnya bagaikan api yang masuk ke dalam perut.
4. Walaupun, di dunia, Allah Swt berbicara langsung dengan Musa as, namun pada hari kiamat nanti, semua orang-orang bersih akan berbicara langsung dengan Allah Swt.
5. Menjual agama, walaupun senilai dengan mendapatkan semua harta duniawi, namun tetap saja merupakan kerugian. Beberapa orang tidak mau beriman, bukan disebabkan mereka tidak kenal atau mengetahui, melainkan beberapa orang membenci kebenaran, sekalipun mereka mengetahui dengan baik kebenaran, mereka tetap tidak bersedia menerimanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar